Jakarta – Bareskrim Polri khususnya Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO), telah mengambil langkah untuk mengusut kembali kasus tragis yang menimpa mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) pada tahun 1997.
Brigjen Pol. Nurul Azizah, Dirtipid PPA-PPO Bareskrim Polri, saat dikonfirmasi mengungkapkan, “Terkait dengan laporan di tahun 1997, tentu kami masih mencari datanya, mengingat kejadian sudah 28 tahun.”.
Respons ini juga muncul seiring dengan desakan publik dan tuntutan untuk mengadili para pelaku kekerasan fisik anak dan pelanggaran hukum perlindungan anak. Pihak Bareskrim telah mengirimkan surat ke berbagai unit internal Polri untuk menemukan arsip dan data terkait. Nurul menambahkan, “Kami selalu berkoordinasi dengan Kementerian PPPA, termasuk ikut dalam beberapa pertemuan bersama.”
Sugiat Santoso, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, turut mendukung usaha ini setelah mendengarkan testimoni korban. “Kami mendorong agar kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, nanti silakan bagaimana teknisnya,” ucap Sugiat dalam sebuah audiensi.
Lisa, salahsatu korban eksploitasi sirkus yang mengaku dibawa paksa dari orang tuanya oleh pemilik OCI, Jansen Manansang, pada tahun 1976. Dengan suara gemetar, Lisa menyampaikan, “Saya takut, saya nangis, saya minta pulang, tapi tidak dikasih. Saya dibawa masuk ke dalam karavan gelap. Saya cari mama saya, tapi tidak ketemu.”
Selain ditinggal jauh dari keluarga, Lisa dan anak-anak lain juga mengalami kekerasan fisik dan tidak mendapatkan akses pendidikan yang wajar. “Enggak ada sekolah, cuma diajarin nulis dan ngitung, itu pun sama karyawati, bukan guru,” tutur Lisa, yang kini sudah menginjak usia 50 tahun tetapi masih belum mengetahui identitas sebenarnya dan asal-usulnya.
Komnas HAM sempat mencatat bahwa penyidikan atas kasus ini dihentikan pada tahun 1999, namun kisah yang terkubur kembali menyeruak hingga saat ini, membuktikan bahwa bekas luka tersebut belum sepenuhnya sembuh. Kini, para korban eksploitasi sirkus terus berharap agar keadilan yang lama dinanti, akan datang meski terperangkap dalam siluet kelam masa lalu, berjuang melawan trauma psikologis yang mendalam sekaligus melawan buramnya jalan yang harus mereka tempuh dalam menuntut perlindungan hak anak dan hak asasi anak yang sesungguhnya.